SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KALIGRAFI ARAB
Secara bahasa perkataan kaligrafi merupakan penyederhanaan dari “calligraphy” (kosa kata bahasa Inggris). Kata ini diadopsi dari bahasa Yunani, yang diambil dari kata kallos berarti beauty (indah) dan graphein : to write (menulis) berarti tulisan atau aksara, yang berarti: tulisan yang indah atau seni tulisan indah. Dalam bahasa Arab kaligrafi disebut khat yang berarti garis.
Secara istilah dapat diungkapkan, “calligraphy is handwriting as an art, to some calligraphy will mean formal penmanship, distinguish from writing only by its exellents quality” (kaligrafi adalah tulisan tangan sebagai karya seni, dalam beberapa hal yang dimaksud kaligrafi adalah tulisan formal yang indah, perbedaannya dengan tulisan biasa adalah kualitas keindahannya).
Kaligrafi Menurut Para Ahli :
· Hakim al-Rum mengatakan : Kaligrafi adalah geometri spiritual dan diekspresikan dengan perangkat fisik.
· Hakim al-Arab menuturkan kaligrafi adalah pokok dalam jiwa dan diekspresikan dengan indra indrawi.
· Yaqut al-Musta’shimi bahwa kaligrafi adalah geometri rohaniah yang dilahirkan dengan alat-alat jasmaniah.
· Ubaidillah ibn Abbas mengistilahkan kaligrafi dengan lisan al-yadd atau lidahnya tangan.
· Syaikh Syamsuddin al-Akfani sebagai berikut: kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun atau apa yang ditulis diatas garis-garis, bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.
· Manja Mohd Ludin dan Ahmad Suhaimi J. Mohd Nor mengungkapkan pengertian kaligrafi itu suatu coretan atau tulisan yang membawa maksud tulisan yang indah, dalam arti kata tulisan tersebut mempunyai kehalusan dan kesenian.
· Syeikh Syam al-Din al-Afghani menyatakan:Kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya dan tata cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun di atas garis dan bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, mengubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana menggubahnya.
· Muhammad Thahir ibn ‘Abd al-Qadir al-Kurdi dalam karyanya Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi, pernah mengumpulkan sekitar tujuh macam pengertian kaligrafi atau khath, dan kemudian menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kaligrafi adalah suatu kepandaian untuk mengatur gerakan ujung jari dengan memanfaatkan pena dalam tata cara tertentu. Adapun yang dimaksud dengan pena di sini adalah pusat gerakan-gerakan ujung jari, sementara tata cara tertentu menunjukkan pada semua jenis kaidah penulisan.
Menurut Perkataan Sahabat Rosulullah SAW yaitu Ali Bin Abi Thalib Karromallohu Wajhah berkata :
· Sepantasnya kalian menulis dngan baik, karena tulisan yang baik adalah pintu rizki
· Khot atau tulisan indah itu selalu akan terkenang walaupun setelah ditinggalkan oleh penulisnya bahkan sampai meninggal dunia.
· Khot atau tulisan indah itu adalah perhiasn yang tidak ternilai harganya
· Tulisan indah itu selalu tersembunyi dalam pengajaran sang guru, tegak dan terus menerus pengajarannya dalam menulis.
· Khot atau tulisan indah itu merupakan kepandaian hati yang ditampakkan oleh alat-alat jasmaniah, jika kalian memperbaiki penamu berarti engkau memperbaiki tulisannmu. Dan jika kalian mengabaikan penamu berarti kalian mengabaikan tulisanmu.
· Khot atau tulisan indah merupakan ucapan atau bahasa tangan dan kebanggaan yang tidak nampak dan dapat menajamkan akal pikiran, dan menjadi inspirasi pikirang dan juga senjata ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk memindahkan informasi, dan sebagai pemelihara peninggalan-peninggalan sejarah .
· Memang sesungguhnya
gambarannya tulisan indah itu tidak nampak akan tetapi artinya sangat jelas,
barangkali tulisan itu tidak tampak oleh pandangan atau mata akan tetapi dia
memenuhi khazanah keilmuan.
Kaligrafi melahirkan suatu ilmu tersendiri tentang
tata cara menulis, meneliti tentang tanda-tanda bahasa yang bisa dikomunikasikan,
yang dibuat secara propesional dan harmonis yang dapat dilihat secara kasat
mata dan diakui sebagaimana susunan yang dihasilkan lewat kerja kesenian. Di
samping itu ada juga yang mengungkapkan bahwa kaligrafi itu sebagai suatu
kepandaian untuk mengatur gerakan ujung jari dengan memanfaatkan pena atau
kalam dengan metode atau tata cara tertentu.
Meskipun bermacam-macam pengertian yang dikemukakan
oleh para ahli, namun pada dasarnya tujuan ungkapan tersebut mengarah kepada
arti tulisan yang indah. Dapat juga dikatakan suatu tulisan yang dirangkai
dengan nilai estetika yang bersumber pada pikiran atau ide dan diwujudkan
melalui benda materi (alat tulis) yang diikat oleh aturan dan tata cara
tertentu. Jadi seni kaligrafi itu sebuah kepandaian menulis tulisan indah
dengan mengikuti metode-metode tertentu untuk mempelajarinya.
Pemakaian istilah kaligrafi ini sering juga disebut
orang kepada dua istilah. Ada yang menyebut dengan kaligrafi Arab dan ada juga
yang menyebutnya dengan kaligrafi Islam. Mengenai istilah kaligrafi Arab
Istilah tersebut sama benarnya, sebab apabila
ditinjau dari sejarah, seni kaligrafi itu memang lahir dari ide “menggambar”
atau apa lukisan yang dipahat atau dicoretkan dalam benda-benda tertentu,
seperti daun-daun, kulit kayu, tanah dan batu. Akar dari tulisan Arab itu dari
Mesir (Kan’an Semit atau Turnesia), dari tulisan Hierogrhaph.
Lalu tulisan tersebut terpecah menjadi khath Feniqi
(Funisia), dengan cabang-cabang (Arami): Nabati di Hirah atau Hurun dan
Sataranjih-Suryani di Irak dan Musnad: Safawi, Samudi, Lihyani, (Utara Jazirah
Arabia) dan Humeri; selatannya. Sedangkan Kamil al-Baba mengatakan bahwa
pendapat yang paling dipercaya kaligrafi Arab itu diadopsi dari tulisan suku
Nabati, ras Arab yang menempatkan wilayah Utara jazirah Arabia, di negeri
Yordan dengan ibu kota Puetra.
Hal ini berdasarkan bukti-bukti nyata arkeologi
(Dinas Purbakala) yang pernah mengadakan penelitian tentang pertumbuhan
tulisan. Dalam perkembangan tulisan ini, tulisan musnad yang disebar luaskan
oleh suku Maniyah (Minneni) di Yaman yang berpindah ke Arabia Utara. Kemudian
dari Musnad ini lalu pindah ke Nabati sampai kedatangan Islam. Untung orang
Nabatea meninggalkan sejumlah inskripsi yang tersebar di daerah yang mewakili
tahap peralihan yang maju menuju perkembangan huruf Arab.
Bangsa
Arab diakui sebagai bangsa yang sangat ahli dalam bidang sastra, dengan sederet
nama-nama sastrawan beken pada masanya, namun dalam hal tradisi tulis-menulis
(baca: khat) masih tertinggal jauh bila dibandingkan beberapa bangsa di belahan
dunia lainnya yang telah mencapai tingkat kualitas tulisan yang sangat
prestisius. Sebut saja misalnya bangsa Mesir dengan tulisan Hierogliph, bangsa India dengan Devanagari, bangsa Jepang dengan aksara Kaminomoji, bangsa Indian dengan Azteka, bangsa Assiria dengan Fonogram/Tulisan Paku, dan pelbagai negeri lain
sudah terlebih dahulu memiliki jenis huruf/aksara.
Keadaan
ini dapat dipahami mengingat Bangsa Arab adalah bangsa yang hidupnya nomaden
(berpindah-pindah) yang tidak mementingkan keberadaan sebuah tulisan, sehingga
tradisi lisan (komuniksai dari mulut kemulut) lebih mereka sukai, bahkan
beberapa diantara mereka tampak anti huruf. Tulisan baru dikenal pemakaiannya
pada masa menjelang kedatangan Islam dengan ditandai pemajangan al-Mu’alaqat
(syair-syair masterpiece yang ditempel di dinding Ka’bah).
Pembentukan
huruf abjad Arab sehingga menjadi dikenal pada masa-masa awal Islam memakan
waktu berabad-abad. Inskripsi Arab Utara bertarikh 250 M, 328 M dan 512 M
menunjukkan kenyataan tersebut. Dari inskripsi-inskripsi yang ada, dapat
ditelusuri bahwa huruf Arab berasal dari huruf Nabati yaitu huruf orang-orang
Arab Utara yang masih dalam rumpun Smith yang terutama hanya menampilkan
huruf-huruf mati. Dari masyarakat Arab Utara yang mendiami Hirah dan Anbar
tulisan tersebut berkembang pemakaiannya ke wilayah-wilayah selatan Jazirah
Arab.
2. Perkembangan Kaligrafi Periode
Bani Umayyah (661-750 M)
Beberapa
ragam kaligrafi awalnya dikembangkan berdasarkan nama kota tempat
dikembangkannya tulisan. Dari berbagai karakter tulisan hanya ada tiga gaya
utama yang berhubungan dengan tulisan yang dikenal di Makkah dan Madinah yaitu Mudawwar (bundar), Mutsallats (segitiga), dan Ti’im (kembar yang tersusun dari
segitiga dan bundar). Dari tiga inipun hanya dua yang diutamakan yaitu gaya
kursif dan mudah ditulis yang disebut gaya Muqawwar berciri lembut, lentur dan gaya Mabsut berciri kaku dan terdiri
goresan-goresan tebal (rectilinear). Dua gaya inipun menyebabkan timbulnya
pembentukan sejumlah gaya lain lagi diantaranya Mail (miring), Masyq (membesar) dan Naskh (inskriptif).
Gaya
Masyq dan Naskh terus berkembang, sedangkan Mail lambat laun ditinggalkan
karena kalah oleh perkembangan Kufi. Perkembangan Kufi pun melahirkan beberapa variasi baik pada
garis vertikal maupun horizontalnya, baik menyangkut huruf-huruf maupun hiasan
ornamennya. Muncullah gaya Kufi Murabba’ (lurus-lurus), Muwarraq (berdekorasi daun), Mudhaffar (dianyam), Mutarabith Mu’aqqad (terlilit berkaitan) dan lainnya. Demikian pula gaya kursif
mengalami perkembangan luar biasa bahkan mengalahkan gaya Kufi, baik dalam hal
keragaman gaya baru maupun penggunannya, dalam hal ini penyalinan al-Qur’an,
kitab-kitab agama, surat-menyurat dan lainnya.
Diantara
kaligrafer Bani Umayyah yang termasyhur mengembangkan tulisan kursif adalah
Qutbah al-Muharrir. Ia menemukan empat tulisan yaitu Thumar, Jalil, Nisf, dan Tsuluts. Keempat tulisan ini saling
melengkapi antara satu gaya dengan gaya lain sehingga menjadi lebih sempurna.
Tulisan Thumar yang berciri tegak lurus ditulis dengan pena besar pada
tumar-tumar (lembaran penuh, gulungan kulit atau kertas) yang tidak terpotong.
Tulisan ini digunakan untuk komunikasi tertulis para khalifah kepada amir-amir
dan penulisan dokumen resmi istana. Sedangkan tulisan Jalil yang berciri miring
digunakan oleh masyarakat luas.
Sejarah
perkembangan periode ini tidak begitu banyak terungkap oleh karena khilafah
pelanjutnya yaitu Bani Abbasiyah telah menghancurkan sebagian besar
peninggalan-peninggalannya demi kepentingan politis. Hanya ada beberapa contoh
tulisan yang tersisa seperti prasasti pembangunan Dam yang dibangun Mu’awiyah,
tulisan di Qubbah Ash-Shakhrah, inskripsi tulisan Kufi pada sebuah kolam yang
dibangun Khalifah Hisyam dan lain-lain.
3. Perkembangan Kaligrafi Periode
Bani Abbasiyah (750-1258 M)
Gaya
dan teknik menulis kaligrafi semakin berkembang terlebih pada periode ini
semakin banyak kaligrafer yang lahir, diantaranya Ad-Dahhak ibn ‘Ajlan yang
hidup pada masa Khalifah Abu Abbas As-Shaffah (750-754 M), dan Ishaq ibn
Muhammad pada masa Khalifah al-Manshur (754-775 M) dan al-Mahdi (775-786 M).
Ishaq memberi kontribusi yang besar bagi pengembangan tulisan Tsuluts dan
Tsulutsain dan mempopulerkan pemakaiannya. Kemudian kaligrafer lain yaitu Abu
Yusuf as-Sijzi yang belajar Jalil kepada Ishaq. Yusuf berhasil menciptakan
huruf yang lebih halus dari sebelumnya.
Adapun
kaligrafer periode Bani Abbasiyah yang tercatat sebagai nama besar adalah Ibnu
Muqlah yang pada masa mudanya belajar kaligrafi kepada Al-Ahwal al-Muharrir.
Ibnu Muqlah berjasa besar bagi pengembangan tulisan kursif karena penemuannya
yang spektakuler tentang rumus-rumus geometrikal pada kaligrafi yang terdiri
dari tiga unsur kesatuan baku dalam pembuatan huruf yang ia tawarkan yaitu : titik, huruf alif, dan lingkaran. Menurutnya setiap huruf
harus dibuat berdasarkan ketentuan ini dan disebut al-Khat al-Mansub (tulisan yang berstandar).
Ia
juga mempelopori pemakaian enam macam tulisan pokok (al-Aqlam as-Sittah) yaitu Tsuluts, Naskhi,
Muhaqqaq, Raihani, Riqa’, dan Tauqi’ yang merupakan tulisan kursif. Tulisan
Naskhi dan Tsuluts menjadi populer dipakai karena usaha Ibnu Muqlah yang
akhirnya bisa menggeser dominasi khat Kufi.
Usaha
Ibnu Muqlah pun dilanjutkan oleh murid-muridnya yang terkenal diantaranya
Muhammad ibn As-Simsimani dan Muhammad ibn Asad. Dari dua muridnya ini kemudian
lahir kaligrafer bernama Ibnu Bawwab. Ibnu Bawwab mengembangkan lagi rumus yang
sudah dirintis oleh Ibnu Muqlah yang dikenal dengan Al-Mansub Al-Faiq (huruf bersandar yang indah).
Ia mempunyai perhatian besar terhadap perbaikan khat Naskhi dan Muhaqqaq secara
radikal. Namun karya-karyanya hanya sedikit yang tersisa hingga sekarang yaitu
sebuah al-Qur’an dan fragmen duniawi saja.
Pada
masa berikutnya muncul Yaqut al-Musta’simi yang memperkenalkan metode baru
dalam penulisan kaligrafi secara lebih lembut dan halus lagi terhadap enam gaya
pokok yang masyhur itu. Yaqut adalah kaligrafer besar di masa akhir Daulah
Abbasiyah hingga runtuhnya dinasti ini pada tahun 1258 M karena serbuan tentara
Mongol.
Pemakaian
kaligrafi pada masa Daulah Abbasiyah menunjukkan keberagaman yang sangat nyata,
jauh bila dibandingkan dengan masa Umayyah. Para kaligrafer Daulah Abbasiyah
sangat ambisius menggali penemuan-penemuan baru atau mendeformasi corak-corak
yang tengah berkembang. Karya-karya kaligrafi lebih dominan dipakai sebagai
ornamen dan arsitektur oleh Bani Abbasiyah daripada Bani Umayyah yang hanya
mendominasi unsur ornamen floral dan geometrik yang mendapat pengaruh
kebudayaan Hellenisme dan Sasania.
Kaligrafi
merupakan salah satu jenis karya seni rupa yang menekankan keindahan yang
terdapat pada bentuk-bentuk huruf yang telah dimodifikasi atau digayakan
sehingga mempunyai nilai estetika. Keindahan bentuk ini mempunyai pengertian
yang umum, artinya bentuk huruf tersebut tidak hanya berlaku untuk huruf-huruf
tertentu atau asal dari jenis huruf tertentu. Salah satu contoh, misalnya
kaligrafi tidak hanya berlaku untuk bentuk atau jenis huruf Arab (Hijaiyyah)
saja, tetapi dapat juga berlaku untuk jenis-jenis huruf yang lain.
Sehingga
kata kaligrafi berlaku untuk umum, keindahan hurufnya bersifat umum, universal
dan global. Kaligrafi tidak hanya untuk mengungkapkan secara visual ayat atau
surat-surat yang ada di Al Quran dan Al Hadits saja, tetapi juga bisa untuk
mengungkapkan kalimat-kalimat sastra yang berbentuk huruf Latin, huruf China,
huruf Jepang, huruf India, huruf Sansekerta maupun huruf Jawa.
Pengertian
masyarakat umum memang mempunyai pandangan dan pengertian yang kurang tepat,
yang mengartikan bahwa kaligrafi adalah modifikasi keindahan pada bentuk-bentuk
huruf Arab saja. Walaupun hal itu juga tidak dapat dipungkiri lagi karena yang
berkembang pesat di wilayah kita (Indonesia) adalah banyaknya kreasi-kreasi
kaligrafi yang ada merupakan bentuk keindahan huruf Arab.
Hal
ini memang sangat erat kaitannya dengan mayoritas seniman kaligrafi yang ada di
Indonesia kebanyakan hanya mengembangkan kaligrafi Arabic. Memang tidak dapat
dipungkiri seniman berkarya juga terikat dengan penikmat seni yang ada di suatu
wilayah. Penikmat kaligrafi Indonesia karena kebanyakan kaum muslimin,
senimanpun menciptakanya disesuaikan dengan keadaan tersebut. Kalau kita mau
melihat lebih luas, sebenarnya banyak juga ditemukan keindahan bentuk huruf ini
yang berbentuk huruf selain huruf Arab.
Keindahan
bentuk huruf Jawa, sebelum pada tahun 70 an masih sering ditemukan di wilayah
Jawa. Di pedesaan banyak pula anak-anak muda dan orang dewasa berkarya
memodifikasi/menggayakan huruf Jawa sedemikian indahnya pada era sebelum tahun
70 an. Contoh yang pernah penulis lihat adalah di daerah Kunden Langenharjo
Kendal pada masa lalu, yang sekarang sudah mulai jarang ditemukan lagi atau
mungkin malah sudah tak ada lagi karena generasi sekarang banyak yang tidak
mengenal huruf Jawa.
Tapi,
Alhamdulillah pemerintah sekarang sudah mulai menyadari pentingnya bahasa
daerah, dengan memasukkan pelajaran bahasa daerah dalam kurikulum di SD, SMP
maupun SMA. Hal itu hanyalah salah satu contoh saja bahwa kaligrafi bukanlah
khusus untuk huruf Arab. Dalam perkembangannya kaligrafi dapat dipisahkan
menjadi beberapa jenis kaligrafi. Kaligrafi tersebut antara lain, Kaligrafi
Tradisional, Kaligrafi Klasik, Kaligrafi Modern, Kaligrafi Ekspresif dan
Kaligrafi Kontemporer.
Semua jenis kaligrafi tersebut mempunyai
kelebihan dan keunikan tersendiri tergantung dari jenisnya. Kekhasan yang sama
pada seni kaligrafi adalah kreatifitas seniman di dalam memvisualisasikan
bentuk karya ciptanya.
Ada
yang mempunyai kecenderungan kretifitas pada objek utamanya saja, ada pula
hurufnya masih manual tetapi dipadukan latar belakangnya yang dimodifikasi
sedemikian rupa, sehingga kreatifitasnya lebih diutamakan pada backgroundnya,
adapula yang keduanya dipadukan artinya baik huruf maupun latar belakangnya
digayakan sedemikian rupa, sehingga daya cipta bentuk kaligrafi betul-betul
dimaksimalkan.
Semuanya
memang tergantung dari pencipta karya tersebut, lebih fokus dan lebih enjoy
yang mana atau lebih cocok yang mana. Atau mungkin tergantung yang diinginkan
oleh nilai pasar (tergantung dari nilai fungsinya). Fungsi kaligrafi tersebut
sebagai seni murni (fine art) atau seni terapan (applied art).
0 komentar:
Posting Komentar